Minggu, 09 Oktober 2011

Belajar dari Seorang Ilmuwan Hebat: Prof Habibie

Hari itu Jumat, 12 Maret 2010. Pagi hari saya bersiap untuk mengikuti Studium Generale Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie di Balai Sidang UI Depok. 15 menit sebelum acara dimulai kami sudah di tempat acara. Tapi rupanya kami sudah sangat terlambat karena seluruh tempat duduk di ruang balai sidang sudah terisi penuh. Kami terpaksa duduk di luar. Panitia telah menyediakan kursi-kursi tambahan dan sebuah layar lebar. Acara ini adalah untuk memperingati 161 tahun usia Universitas Indonesia. Waaah, saya baru mengetahui bahwa ternyata Universitas Indonesia sudah setua itu usianya.

Menjelang acara dimulai, Prof Habibie menyapa kami yang duduk di kursi tambahan. Wajahnya sangat segar, cerah dan ramah, serta nampak lebih muda dari usianya yang sudah 74 tahun. Tepuk tangan kami membalas keramahan beliau yang adalah seorang ilmuwan, presiden ketiga RI, dan pemegang 46 paten di bidang aeronautika.


Dalam Stadium Generale ini, Prof Habibie memaparkan mengenai “Filsafat dan Teknologi untuk Pembangunan” selama kurang lebih 2 jam 20 menit. Gaya bicaranya sangat menarik untuk dinikmati, dengan bahasa tubuh yang bersemangat untuk mendukung setiap penjelasannya, termasuk ketika memeragakan gerak sayap burung kolibri yang menginspirasi para ilmuwan dalam bidang penerbangan untuk mendesain Harrier, pesawat tempur VTOL (Vertical Take Off and Landing). Penjelasan mengenai teknologi VTOL ini menarik perhatian saya karena saya sering membacakan untuk Alfan, anak saya, mengenai pesawat VTOL ini di buku Pesawat dan Helikopter. Saya baru tahu kalau ternyata sayap burung kolibri telah mengilhami desain pesawat VTOL ini. Sangat menarik. Terdapat ratusan jenis burung kolibri di dunia ini. Sayap salah satu jenis Kolibri mempunyai sayap sepanjang 6 cm, getaran sayapnya dapat menghasilkan variasi gerakan terbang: keatas, kebawah, maju, diam ditempat, mundur, dan bahkan dari kondisi terbang statis dia bisa terbang tiba-tiba dengan cepat. Getaran sayap kebawahnya yang sebesar 80 getaran/detik menghasilkan 75% gaya angkat, sebaliknya getaran sayap keatasnya menghasilkan 25% sisanya. Gerakan sayap ini mengilhami desain sayap pesawat tempur Harrier yang mampu terbang dengan kecepatan 965 km/jam kemudian berhenti tiba-tiba, take-off secara vertikal, dan sebagaimana burung kolibri terbang.

Dalam kuliah umum ini, Prof Habibie menjelaskan sinergi antara teknologi dan filsafat untuk kemajuan Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa Teknologi merupakan cara/teknik untuk dapat memiliki apa yang diinginkan dengan pengorbanan minimal. “Teknologi tidak hanya dapat menjawab permasalahan yang dialami manusia pada waktu dan tempat tertentu saja, namun dapat juga menjawab pertanyaan-pertanyaan metafisik manusia itu sendiri.” (Heidegger 1962). Ilmu pengetahuan sendiri pada zaman dulu sebenarnya dibagi menjadi tiga bagian yakni fisika, filsafat dan matematika.

Metafisika ditambahkan dalam tiga bagian tersebut. Meta artinya “di belakang”. Ketika ada suatu fenomena “belum” bisa dijelaskan secara fisika, filsafat ataupun matematika, maka disebut metafisika. Prof Habibie memberi contoh, misalnya tiba-tiba pesawat televisi dihadirkan di zaman Socrates masih hidup, maka Socrates akan mengatakan bahwa televisi itu adalah benda yang mempunyai kekuatan supranatural dan metafisika, karena manusia pada zaman itu manusia belum mengetahui cara kerjanya. Tetapi sekarang, televisi tidak dapat dikategorikan dalam metafisika, karena sudah diketahui cara kerjanya dan bisa dijelaskan secara fisika dan matematika. Pada suatu saat nanti, seluruh hal yang saat ini masih bersifat metafisik mungkin akan dapat dijelaskan secara fisik dan matematis.

Ilmu alam lahir melalui pemikiran para filsuf, dan banyak berkembang di Eropa selatan. Sedangkan ilmu eksperimen lahir melalui penelitian-penelitian, ilmu ini berkembang di Eropa Utara. Prof Habibie bercerita, beliau pernah datang ke Greek, tempat sebagian besar filsuf besar lahir, beliau datang ketempat dimana Socrates, Archimedes dan Plato belajar. Di sana suasanya tenang dan sangat nyaman, sehingga tidak mustahil pemikiran-pemikiran “aneh” muncul disana. Misalkan mengenai Siapakah saya? Mengapa dia mati? dan sebagainya. Sementara di Jerman, kondisinya sangat berbeda. Di sana orang harus bekerja keras untuk bertahan hidup. Teknologi lahir di tempat seperti ini. Berbicara mengenai teknologi, produktivitas dan daya saing, ternyata harus disesuaikan dengan budaya setempat. Sebagai contoh, ketika budaya tea break dihilangkan dari Bangsa Inggris karena mereka ingin meniru cara kerja Bangsa Jerman, malahan terjadi penurunan produktivitas.

Inspirasi alam terhadap teknologi juga terjadi pada penciptaan Robot Android oleh Hirosi Kobayasi. Robot ini diciptakan untuk menggantikan tugas manusia, termasuk menggantikan tugas dosen mengajar. Robot ini telah mulai dipekerjakan sebagai resepsionis Tokyo University. Tampilan robot ini sama persis dengan manusia asli termasuk bisa berekspresi. Woooww….. saya jadi kepingin punya robot ini untuk menggantikan tugas saya mengajar, sementara saya tetap di rumah bermain dengan Alfan dan Abyaz.

Pada akhir presentasi, Prof Habibie memutarkan dua buah film. Dalam film yang pertama, diperlihatkan proyek penelitian rekayasa struktur DNA oleh LIPI yang telah berhasil mengembangkan protein yang disilangkan pada tanaman pisang untuk mencegah penyakit Hepatitis B. Tujuannya, masyarakat Indonesia akan mempunyai antibodi terhadap penyakit tersebut cukup dengan mengkonsumsi pisang.

Film yang kedua bercerita tentang perusahaan strategis nasional yaitu PINDAD, INKA, PAL, dan Dirgantara Indonesia (IPTN). Pada tahun 1995, pesawat N-250 diuji terbang secara terbuka. Dengan penuh perasaan haru, beliau mengatakan bahwa N-250 adalah satu-satunya pesawat yang uji terbangnya disaksikan langsung oleh seluruh orang di seluruh dunia. Biasanya uji terbang pesawat dilakukan secara rahasia. Sayap N-250, sampai dengan saat ini merupakan sayap dengan teknologi aerodinamika terbaik didunia.

Tetapi apa yang terjadi? Pak Habibie berkata, “Sebenarnya pada tahun 2004, N-250 sudah terbang selama 900 jam untuk mendapatkan sertifikasi terbang 1800 jam. Dan ketika itu kami harus menghentikan semuanya. N-250 tidak jadi dipasarkan, dan IPTN hancur lebur. Saya malu pada cucu-cucu saya, tidak ada satupun yang saya wariskan kepada mereka. Bayangkan bagaimana rasanya?”.
“Pesawat itu bisa terbang bukan karena keputusan Presiden, tapi karena teknologi. Tapi kini teknologi yang dibanggakan negeri ini 15 tahun yg lalu, dan bahkan oleh dunia sekalipun mengakuinya, kini apa? tinggal kenangan… apa yang bisa saya berikan ke anak cucuku sekarang, saya malu…”

Pernyataan ini menimbulkan suasana haru. Yah, saya membayangkan betapa sangat kecewanya beliau. Sangat dalam. Saya ingat, 15 tahun yang lalu saya masih SMU, dan saya mengikuti berita mengenai N-250 itu melalui televisi dan berita di koran. Saya menyangka bahwa Bangsa Indonesia akan berjaya, dan kemudian saya ikut merasa kecewa ketika membaca berita mengenai hancurnya kejayaan yang sudah di ambang pintu itu. Lalu Prof Habibie menyemangati kami dengan pernyataan beliau bahwa, Allah menciptakan otak sama untuk seluruh manusia. Yang membedakan hasil dan pencapaiannya adalah perilaku manusia dan bagaimana ia memfungsikan otaknya. Jadi jangan berpikir kalau kita tidak pernah mampu untuk menyaingi bangsa-bangsa maju.

Kuliah umum ini sangat-sangat mencerahkan, memotivasi, dan memupuk kebanggaan sebagai orang Indonesia. Saya bersyukur mendapat kesempatan ini. Satu kesimpulan saya mengenai Prof Habibie; Beliau sungguh tidak cocok menjadi presiden karena beliau adalah ilmuwan sejati.

---> diambil dari http://blog.trisakti.ac.id/dianmardi/2010/06/24/belajar-dari-seorang-ilmuwan-hebat-prof-habibie/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar